Terapi Ibadah

Psikoterapi (psychotherapy) adalah pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis. Istilah ini mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi gangguan emosionalnya. Dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran, dan emosi, sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikis.

Dalam ajaran Islam, selain psikoterapi duniawi, juga terdapat psikoterapi ukhrawi. Psikoterapi ini merupakan petunjuk (hidayah) dan anugerah (a’tha’) dari Allah SWT, yang berisikan kerangka ideologis dan teologis dari segala psikoterapi. Sementara psikoterapi duniawi merupakan hasil ijtihad (upaya manusia), yang berisi teknik-teknik pedagogis kejiwaan yang didasarkan pada kaidah-kaidah insaniah.

Kedua metode psikoterapi ini sama pentingnya, ibarat dua sayap burung agar dapat terbang tinggi. Pendekatan kedua terapi ini, Islam, didasarkan atas kerangka ideologis dan teologis tentang hubungan Tuhan dengan manusia.

Kemahakuasaan Tuhan tergambar dalam firman Allah surah asy-Syu’ara ayat 78-80, (“Yaitu Tuhan yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjukiku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.”) Juga telah Rasulullah SAW tandaskan dalam sabdanya, “Allah tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali penyakit itu telah ada obatnya.” (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah)

Terapi al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan sarana terapi utama. Sebab di dalamnya memuat resep-resep mujarab yang dapat menyembuhkan kejiwaan manusia. Titik sentral dari segala gangguan tergantung seberapa jauh seseorang memahami pesan Tuhan dalam al-Qur’an dengan sempurna. Rasulullah SAW menandaskan, “Barangsiapa melaksanakan isi al-Qur’an, ia tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” (HR. Ibnu Hibban)

al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. al-Isra’ [17]: 82)

Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan, ada dua pemaknaan dalam memahami term syifa’ dalam ayat tersebut. Pertama, terapi bagi jiwa yang dapat menghilangkan kebodohan dan keraguan, membuka jiwa yang tertutup, dan membangkitkan jiwa yang sakit. Kedua, terapi bagi tubuh dengan menyembuhkan penyakit jasmani bahkan penyakit fisik.

Ibnu Thabathaba’i mememukakan, bahwa syifa’ mengandung dua aspek penyembuhan, lahiriah dan batiniah. Dengan al-Qur’an, manusia dapat mempertahankan kestabilan jiwa dan kepribadian, terhindar dari egois, hasad, iri hati, dan penyakit kejiwaan lainnya.

Al-Fakihani al-Kasayi dalam tafsir al-Fakkahani (Lasyfat Idafaf wa al-Lafz) menegaskan bahwa al-Qur’an menyembuhkan hati manusia dari penyakit jiwa. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa al-Qur’an mampu menyembuhkan penyakit jiwa dan badan manusia. Menurutnya, sumber penyakit jiwa adalah ilmu dan tujuan yang rusak. Kerusakan ilmu mengakibatkan penyakit kesesatan, dan kerusakan tujuan mengakibatkan penyakit kemarahan. Obat yang mujarab yang dapat mengobati kedua penyakit ini adalah hidayah al-Qur’an.

Tahajud dan Dzikir

Terapi kedua adalah shalat di waktu malam, bukan shalat wajib dengan mengakhirkan shalat Isya. Yang dimaksudkan adalah shalat sunnah, seperti Tahajud, Hajat, Mutlak, Tasbih, Tarawih (khusus bulan Ramadhan), dan witir. Keampuhan terapi shalat-shalat ini sangat terkait dengan pengamalan shalat wajib. Sebab kedudukan terapinya hanya merupakan suplemen terapi shalat wajib (Qs. al-Isra’ [17]: 79 dan as-Sajdah [32]: 16)

Tahajud berarti meninggalkan tidur. Sedangkan shalat Tahajud adalah shalat yang dikerjakan malam hari, utamanya setelah bangun tidur. Shalat ini merupakan bagian dari shalat al-lail atau qiyam al-lail. Shalat Tahajud merupakan shalat yang paling utama dari sekian shalat ghairu rawatib. Bagi yang melakukannya, ia akan mendapatkan kedudukan terpuji (maqam mahmudah).

Shalat Tahajud memiliki banyak hikmah. Di antaranya: mendapat kedudukan terpuji di hadapan Allah (Qs. al-Isra [17]: 79, dan HR. al-Bukhari dan Muslim dari Salim ibn Abdillah). Pelakunya juga akan memiliki kepribadian layaknya orang-orang shalih yang selalu dekat (taqarrub) kepada Allah, dosanya juga akan terhapus, dan ia terhindar dari perbuatan munkar (HR. Muslim).

Jiwa orang yang mengerjakannya akan selalu hidup, sehingga mudah mendapatkan ilmu dan ketenangan. Bahkan Allah menjanjikan kemuliaan surga baginya (HR. al-Hakim, Ibnu Majah, dan Tirmidzi). Selain itu, doa pelaku Tahajud akan terkabul, dan ia akan diberi rezeki yang halal lagi lapang, tanpa susah payah mencarinya.

Shalat malam juga dianjurkan disertai dengan banyak berdoa, berzikir, dan wirid. Dzikir dapat menenangkan dan menyembuhkan penyakit hati (maqam mahmudah).

Dzikir dapat memasuki kembali fungsi sistem organ saraf, sel-sel, dan seluruh organ tubuh. Bagi aliran psiko-sufistik yang memiliki cara-cara khas dalam berzikir, setiap gerakan yang mereka lakukan memiliki rahasia-rahasia (asrar). Apabila dihadirkan dengan benar, kesembuhan dari penyakit akan dirasakan.

Dalam Tarekat Naqsyabandiyah, misalnya, ada gerakan ujung lidah yang menempel pada langit-langit mulut sambil membaca lafadz, “Allah, Allah,” sebanyak 1000 kali secara sirri (diam-diam dalam hati). Atau, dalam Tarekat Tijaniyah terdapat gerakan untuk mengucapkan kalimat la ilaha illa Allah dengan pandangan mata pendzikir dipusatkan kepada kalbu, kemudian menengadahkan kepala ke atas atau memalingkannya ke samping saat mengucap la ilaha, dan menundukkan kepala saat mengucapkan illa Allah (kecuali Allah).

Gerakan-gerakan semacam ini, jika dilakukan dengan penuh kesadaran dan berulang-ulang, diyakini mampu mengaktifkan dan melatih fungsi organ tubuh.

Dalam psiko-sufistik juga terdapat konsep latha’if, yaitu metode dzikir dalam tahap awal dengan cara melembutkan dan halus yang terdapat dalam kalbu manusia. Agar ia tetap berada terus pada arah asal (suci dan bersih), diperlukan pemeliharaan melalui dzikir dan perjuangan spiritual (mujahadah).

Pengembangan konsep latha’if dalam dunia sufistik ini, sama halnya dengan Psikologi Fisiologis (physiological psychology), yaitu cabang yang menyelidiki interelasi dari sistem syaraf, reseptor, kelenjar endokrin, proses tingkah laku, dan proses mental.

Begitulah manfaat terapi-terapi islami berdasarkan doa dan munajat kepada Allah agar dapat memperoleh ampunan kepada Allah dari segala gangguan kepribadian dan gangguan organ tubuh lainnya. Dan terapi ini dapat dilakukan kapan saja, setiap kali kita mendekatkan diri kepada Allah.

Wallahu a’lam bis-shawab.

KH. Dr. Ahmad Fauzi Tidjani, M.A. (telah dimuat dalam Majalah Qalam Edisi I/Tahun I/2009)