Kekuatan Do’a

Dalam Islam, doa dinyatakan sebagai otak ibadah. Artinya, tak ada ritual ibadah dalam Islam yang terlepas dari unsur doa. Shalat misalnya, sejak takbir hingga salam, semua bacaan yang dilafalkan adalah doa, yang kemudian divisualisasikan dalam bentuk gerakan shalat.

Sebagai otak ibadah, doa memiliki peran sentral menciptakan ketenangan batin dan keharmonisan jiwa. Aspek inilah yang kemudian membentuk mental seorang muslim berkepribadian tangguh, siap dan konsisten mewujudkan misi sebagai hamba Allah SWT dan khalifah-Nya di muka bumi.

Dengan doa, seorang muslim juga akan menuaikan kesuksesan dalam berbagai usaha yang dilakukannya. Karena doa sejatinya mengandung sebutir motivasi yang meletup semangat dari dalam diri seorang muslim. Selain itu, doa juga selalu akan melahirkan semangat dan optimisme seorang muslim untuk menghadapi kenyataan hidup yang penuh warna dan dinamika.

Tanpa doa, segala usaha yang kita lakukan, bisa jadi akan selalu gagal, atau bahkan kontra-produktif. Karena itu, butuh keselarasan antara doa dan usaha manakala kita berharap kesuksesan dan nilai tambah (barakah) dari usaha kita.

Secara sederhana, doa bisa dimaknai sebagai salah satu sarana komunikasi yang paling mudah dilakukan hamba dengan Tuhannya. Ia merupakan refleksi pengakuan atas ketidakberdayaan hamba di hadapan kekuasaan Allah. “La haula wala quwwata illa billah al ‘aliyyil azhim,” (Tiada daya dan kekuatan, kecuali milik Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung).

Dalam al-Qur’an, Allah bahkan memerintahkan hamba-Nya agar memperbanyak doa kepada-Nya, “Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu.” (Qs. al-Mu’min [40]: 60)

Firman ini menegaskan bahwa Allah akan memprioritaskan mengabulkan doa seorang hamba, sepanjang doa itu tidak bertentangan dengan syariat. Dan Allah akan menjerumuskan hamba-Nya yang enggan berdoa ke dalam api neraka.

Seorang hamba yang malas berdoa, pada hakikatnya ia telah memutus ikatan batin dirinya dengan Tuhan. Karena itu, penting kiranya dari segi urgeni doa, terutama sebagai jalan terbaik meraih cita-cita.

Seorang hamba yang sudah merasakan nikmatnya doa, maka ia akan senantiasa istiqamah berdoa. Kisah Sayyidina Ali ibn Abu Thalib RA yang terkenal tentang kunci doa yang benar-benar menjiwai makna doa bisa dijadikan cermin.

Setiap kali berdoa, ia selalu berupaya meluruhkan kehambaannya di hadapan Allah, dengan khusyu’ dan ikhlas. Hatinya lebur mengharap ampunan Allah. Sebagai hadiah, Allah menganugerahinya kecerdasan dan hikmah dalam keluasan ilmu dan ketawadhu’annya.

“Ana ‘abdu man ‘allamani harfan,” (Aku adalah hamba yang mengerti sebuah huruf), tegasnya suatu ketika. Ia meneladankan, bahwa seseorang yang sadar sebuah huruf adalah anugerah Allah, pasti akan menjadi insan tawadhu’ dan tidak angkuh.

Bagi seorang Muslim, doa merupakan senjata yang akan membentengi diri dari ancaman musuh. Terutama musuh yang tidak tampak, seperti hawa nafsu, keinginan-keinginan kebendaan, dan sikap-sikap tidak terpuji lainnya. Dengan begitu, sebagai Muslim diingatkan untuk senantiasa mengasah ketajaman doa.

Cara yang paling ampuh melakukannya adalah adalah hati kita terus selalu tertambat kepada Allah. Salah satunya dengan konsisten menjaga segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Terakhir, dalam berdoa hendaknya dibarengi dengan keikhlasan. Ikhlas artinya menyadari seluruh makna doa yang kita lafalkan, dan berusaha khusyu’ membacanya. Dengan begitu, insyâ` allah, Dia akan segera mengabulkan setiap doa kita.

KH. Moh. Khoiri Husni, S.Pd.I. (telah dimuat dalam Majalah Qalam Edisi 2/Tahun I/2009)