Wajah Darussalam terlihat sumringah. Senyum kecil menghiasi bibirnya. Hari itu, santri alumni TMI Al-Amien Prenduan tahun 2007 mendapatkan durian runtuh yang tak pernah dinyana: beasiswa 100 juta diraihnya dari Universitas Paramadina, Jakarta. “Alhamdulillah, semuanya berkat doa orang tua, para kiai, dan guru-guru. Terima kasih yang tulus untuk mereka,” ungkapnya lirih saat ditemui di Jakarta (5/09).
Darus berhasil menyisihkan sekitar 1300-an peserta calon penerima beasiswa dari seluruh Indonesia. Setelah melalui tahapan seleksi yang super ketat, akhirnya, bersama 73 orang lainnya dia berhasil meraih prestasi itu. Menurutnya, nominal beasiswa terdiri dari dua kategori, yaitu 65 juta dan 100 juta.
Kategori pertama diberikan kepada mahasiswa yang berasal dari Jabodetabek, sementara yang kedua bagi mereka yang berasal dari luar Jabodetabek. Dan, Darussalam meraih kategori yang kedua. Beasiswa itu mencakup keseluruhan biaya pendidikan selama 4 tahun di Universitas Paramadina termasuk tunjangan buku dan biaya hidup selama di Jakarta. “Tiap bulan, saya dapat 1 juta untuk living cost,” jelasnya.
Di Paramadina, Darussalam mengambil jurusan manajemen. Pilihan ini didasari pada satu keyakinan bahwa kemampuan menguasai manajemen dengan baik akan sangat membantu dirinya mewujudkan cita-citanya untuk menjadi pemimpin yang kapabel dan memiliki integritas yang tinggi. Dia aktif kuliah mulai tanggal 1 September 2008. Selama dua tahun pertama, dia tinggal di asrama yang disediakan pihak Paramadina. “Mudah-mudahan, bisa selesai dalam waktu 3.5 tahun,” harapnya.
Keberhasilan Darussalam meraih beasiswa ini, bukan dicapai dengan tangan kosong. Usahanya yang cukup gigih selama ini, terutama untuk bisa hidup mandiri dan prestasi akademik yang gemilang selama nyantri di TMI Al-Amien Prenduan, cukup ampuh sebagai bekal untuk itu, apalagi para calon adalah siswa-siswa yang mempunyai kemampuan yang sangat kompetitif. Di pondok, Darus selalu meraih rangking satu. “Cara belajar seperti diterapkan di pondok, membuat saya paham bagaimana seharusnya belajar,” tukas pemuda kelahiran 1 Mei 1987 ini.
Putra pertama pasangan (alm) M. Hasan Ma’arif dan Khuzainah juga memiliki harapan lain, yaitu bagaimana bisa membiayai sekolah adik-adiknya, terutama selepas ayahnya wafat. “Mudah-mudahan saya bisa membantu keluarga, terutama adik-adik saya,” harapnya. Selamat dan sukses ya. (MHA).