“Cara bersyukur seorang penulis dengan cara menulis.” (KH. Moh. Idris Jauhari)
Kegiatan tulis menulis paling tidak dirasa sangat akrab semenjak Sekolah Dasar di SDN Blega 03, namun begitu mencintai puisi dan menuliskannya, paling tidak semenjak nyantri di Al-Amien Prenduan.
Meski saya dilahirkan di kalangan pesantren salaf, yang notabennya sangat mencintai kitab kuning, menelaah peninggalan ilmu-ilmu ulama salaf namun kecintaan saya pada puisi, tak bisa saya bohongi.
Paling tidak tahun 2003-2005 kecintaan saya pada puisi diuji, ayah melarang saya untuk menekuni dunia puisi, beliau lebih menyarankan agar saya memperdalam kitab kuning, biar mutiar salaf tetap terjaga, meski pesantren Al-Amien adalah perpaduan modern dan salaf bukan berarti saya harus lari dari kitab kuning.
Kitab kuning juga diajari di Al-Amien namun perbedaan dengan pesantren salaf dalam pengajaran kitab kuning adalah cara menyikapi kitab kuning dan cara menerjemahkan. Pesantren Al-Amien lebih condong pada penerjemahan/pemaknaan hurriyah (bebas), madzhab yang dianut dalam pelajaran fiqh untuk Tsanawiyah adalah Imam Syafi’ih sementara untuk Aliyah para santri diajarkan bidayatul mujtahid agar para santri bisa memilah dan memilih madzhab yang hendak dianut, agar tak gampang menyalahkan penganut madzhab lain.
Apakah pesantren Al-Amien NU atau Muhammadiyah, hal inilah yang paling sering ditanyakan masyarakat? Pesantren Al-Amien netral, santri-santrinya boleh memilih NU atau Muhammadiyah, namun jika menjadi imam shalat subuh harus pakai qunut, sebagai media pembelajaran sementara makmum boleh ikut qunut atau tidak.
Ragam kegiatan yang ada di Al-Amien, yang merupakan perpaduan modern dan salaf yang membuat saya betah. Namun kecintaan saya pada puisi tetap berlanjut tanpa sepengetahuan orang tua.
Barulah tahun 2005 setelah karya saya dimuat di Radar Madura, ayah saya mengizinkan saya menulis puisi, di tahun yang sama dapat penghargaan dari UNESCO karena ikut menyemarakkan Hari Puisi Sedunia, kami pun dilantik jadi pengurus Sanggar Sastra Al-Amien (SSA) oleh Jamal D Rahman tepatnya hari Jum’at 20 Mei 2005.
Menyadari kemampuan dalam dunia tulis menulis pas-pasan saya lebih menyukai berselancar ke dunia maya, berkenalan dan membaca karya-karya penulis lewat internet, tepatnya 2008 setelah internet masuk ke pesantren Al-Amien dengan LABKOM.NET yang dimiliki.
Internet menjadi jalan alternatif saya dalam berkarya dan mengenal ragam karya penulis dalam dan luar negeri.
Berada dalam pesantren bukan alasan menutup diri dari kemajuan teknologi, itulah yang saya rasakan. Saya pun dikirim buku oleh rekan-rekan penulis dari Malaysia, Singapura dan Taiwan, lewat internet pulalah yang membuat Pipiet Senja tertarik datang ke Al-Amien lewat perkenalan singkat kami, saat saya menjadi ketua penyelenggara pembuatan antologi cerpen reliji lintas negara, kunjungan Pipiet Senja pun berjalan tiap tahun semenjak 2010-2012.
Lewat puisi pulalah saya diberi kesempatan membacakan puisi di Japan Foundation Jakarta (10 Agustus 2011) dengan pakaian daerah Madura membaca Haiku Sakera dalam bahasa Madura. Kegiatan membacakan puisi dalam acara sastra berlanjut ke berbagai tempat di Indonesia bahkan Malaysia seperti di UPSI Perak, Rumah PENA dan Ipoh dalam acara Kongres Penyair Sedunia ke-33 pada tahun 2013.
Mencintai hobi dengan sepenuh hati, bisa menjadi jalan mengabdikan diri dengan suasa hati yang riang itulah yang saya alami. Semua takkan pernah terjadi tanpa restu Ilahi dan tanpa jasa-jasa orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung mengantarkan pada apa saja yang ingin kita raih.
Doa, kemauan yang kuat disertai usaha sepenuh hati adalah kunci sukses, tanpanya kita ibarat debu diterbangkan angin.
Mengharapkan keajaiban tanpa pernah melakukan sesuatu adalah hal yang konyol, melupakan jasa-jasa orang lain merupakan bentuk ingkar atas kehidupan, sebab tak ada kesuksesan bisa diraih tanpa bantuan orang lain. Terlalu mengantungkan kesuksesan pada bantuan orang lain, tanpa berusaha berjalan di atas kaki sendiri merupakan bentuk ingkar atas karunia Allah, karena tak percaya pada karunia yang dimiliki, sebab pada hakikatnya manusia punya naluri pemimpin dan naluri sebagai hamba bertuhan. Akhir kata izinkan saya tuang puisi berjudul RAMALAN sebagai catatan saya, yang paling tidak mencakup pandangan, harapan dan rupa doa dari saya yang telah mengajarkan ragam kembara hati, terimakasih seluruh keluarga besar pesantren, yang masih istiqomah mengabdi.
Ramalan
Kelak, Al-Amien jadi taman puisi/Berbagai negeri silih berganti/Memetik bunga imaji/Atau sekedar berbagi risalah hati//Selalu ada yang akan berganti rupa/Sekedar mengurai jejak kembara/Namun Al-Amien: madu waktu/Diperkenalkan ragam kalbu//
Madura, 29 April 2014
Moh. Ghufron Cholid, Alumni TMI Al-Amien, 2006, Majlis Keluarga Ma’had Al-Ittihad Junglong Komis, Kedungdung Sampang.