Marhaban Ya Ramadhan

Oleh : KH. Muhammad Idris Jauhari

Rasulullah saw. bersabda:
Jibril telah datang kepadaku dan berkata:
“Hai Muhammad, barang siapa menjumpai bulan Ramadhan kemudian mati
tanpa mendapat ampunan Allah, maka ia akan masuk neraka. Semoga Allah menjauhkannya (dari hal tersebut). Katakan ‘Amin’ .” Maka aku pun berkata, “Amin”.
(HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Hakim, dan Thabrani)

Subhanallah. Seorang mukmin pasti berdiri bulu kuduknya membaca hadits tadi. Perasaan ngeri, takut, khawatir bercampur aduk jadi satu dengan pertanyaan-pertanyaan berikut,  “Mengapa ancaman itu begitu dahsyat? Ada apa, ya? Apa rahasia yang terdapat di baliknya?” Boleh jadi, ini adalah cermin dari murka Allah yang luar biasa terhadap seorang muslim yang telah diberi-Nya kesempatan untuk memasuki bulan Ramadhan, dengan segala keutamaan, keistimewaan dan fadhilahnya  sebagai cermin dari kasih sayang-Nya yang tidak terbatas, tapi justru ia menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut, bahkan mungkin melakukan hal-hal yang kontra produktif, sehingga tidak memperoleh maghfirah dari Allah swt.

Alhamdulillah. Tahun ini kita termasuk muslim yang diberi kesempatan oleh Allah untuk masuk dalam bulan Ramadhan 1430 H dalam keadaan sehat, mampu dan sempat ––lahir batin––. Sungguh ini karunia Allah yang luar biasa, yang tidak akan dirasakan nilai dan aspek  keluarbiasaannya, kecuali oleh mereka yang saat ini tidak sehat, tidak mampu atau tidak sempat. Masalahnya sekarang, bagaimana kita seharusnya menyikapi karunia yang luar biasa ini?  Sekadar sumbang saran, barangkali ada empat (4) langkah yang bisa dan mesti kita lakukan menghadapi bulan Ramadhan ini.

Pertama, kita harus yakin seyakin-yakinnya bahwa kesempatan ini benar-benar karunia Allah yang luar biasa. Apalagi kalau kita lihat keadaan saudara kita yang sedang terbaring sakit atau terpaksa tidak dapat menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan sempurna karena satu dan lain sebab. Coba kita munculkan persepsi dalam diri kita bahwa Ramadhan 1430 kali ini merupakan “kesempatan terakhir” bagi kita, karena kita akan mati pada bulan-bulan sebelum Ramadhan 1431 nanti, atau paling tidak, kita tidak akan mampu melaksanakan ibadah dengan sempurna pada Ramadhan 1431 karena tidak sehat, tidak mampu atau tidak sempat. Dengan demikian, akan muncul motivasi yang kuat dalam diri kita untuk meningkatkan amal ibadah kita di bulan Ramadhan ini sampai ke tingkat yang paling maksimal. Umpamanya, kalau tahun lalu kita masih masuk kelompok ‘Awam (golongan yang hanya mampu menahan lapar, dahaga dan nafsu seks di siang hari), maka tahun ini kita harus berusaha masuk kelompok Khawash (golongan yang mampu menahan segala hawa nafsu yang berhubungan dengan pancaindera dan anggota tubuh lainnya). Bahkan kalau bisa, kita berusaha masuk kelompok Akhashsh al-Khawash (golongan yang mampu membebaskan pikiran dan perasaannya dari segala hal yang tidak ada hubungannya dengan ibadah). Kalau selama Ramadhan tahun kemarin kita cuma khatam Al-Quran sekali, umpamanya, maka tahun ini usahakan bisa khatam dua kali atau tiga kali. Syukur, kalau lebih dari itu. Apalagi dibarengi dengan semangat untuk memahami kandungan makna Al-Quran itu sendiri.

Kedua, kita harus berusaha menghindari sejauh mungkin segala hal yang bisa membatalkan puasa atau mengurangi apalagi menghapus pahala puasa, seperti omong kosong, berbohong, ghibah, melihat, mendengar atau melakukan hal-hal yang berbau maksiat, dan sebagainya. Caranya bagaimana? Begitu muncul dalam pikiran atau perasaan kita keinginan (sebatas keinginan) untuk melakukan maksiat, baik yang bersumber dari hawa nafsu (internal) ataupun yang berasal dari setan (eksternal), segeralah bertasbih, beristighfar dan berta’awwudz, kemudian lakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan situasi dan kondisi saat itu, umpamanya dengan cara meninggalkan tempat tersebut atau dengan melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Dengan demikian, insya-Allah, kita akan selamat dari rayuan hawa nafsu dan godaan syetan.

Ketiga, usahakan agar kita bisa membuat semacam konsensus atau kesepakatan dengan orang-orang yang paling dekat dengan kita saat ini, seperti ayah/ibu, suami/istri, anak-anak, saudara, teman karib, dan lainnya,  bahwa pada bulan Ramadhan ini kita berjanji untuk meningkatkan amal ibadah kita, lebih dari tahun-tahun yang lalu. Usahakan sekongkrit mungkin, jangan terlalu normatif. Umpamanya kita berjanji untuk melaksanakan shalat jamaah lima waktu dan shalat tarawih sepanjang bulan tanpa bolong-bolong, akan mengkhatamkan Al-Quran sekian kali, akan menghindari omong kosong, bohong, ghibah dan buhtan, akan banyak bersedekah kepada fakir miskin dan anak-anak yatim, tidak akan menonton tayangan TV yang berbau maksiat, tidak akan korupsi atau melakukan manipulasi, tidak akan menyakiti hati orang lain, dan seterusnya. Kemudian kita minta teman tadi untuk mengingatkan, menegor, bahkan menghukum kita, jika suatu hari kita tidak melaksanakan janji-janji tersebut. Inilah yang dimaksud dengan amar ma’ruf nahi munkar. Inilah yang dimaksud dengan “tawashaw bil-haqq wa tawashaw bish-shabr”.

Keempat, atau yang terakhir, kita mesti selalu dalam posisi “dzikrullah” (ingat dan menyebut asma Allah) kapan, di mana, dan dalam situasi apa saja, terutama sepanjang bulan Ramadhan ini. Artinya, kita harus selalu menyambungkan atau menghubungkan hati, pikiran dan perasaan kita kepada Allah, dengan cara mengingat-Nya (kalau bisa merindukan-Nya) dan menyebut-nyebut nama-Nya. Menyebut nama Allah bisa dengan Subhanallah,  Alhamdulillah, La ilaha illallah, Allahu Akbar, Masya Allah, Insya Allah, Hasbiyallah, Inna Lillah, atau Ya Rahman, Ya Rahim, Ya Lathif, dan Al-Asma-ul Husna lainnya, atau bahkan cukup dengan lafadz “Allah” saja. Tapi yang terpenting, mengucapkan kalimat-kalimat tauhid tersebut harus dilakukan dengan khusyu’ dan tawdlu’, disertai pemahaman dan penghayatan yang paling dalam. Kemudian yang perlu disadari bahwa yang paling penting kita butuhkan dalam dzikrullah ini adalah balasan atau respon dari Allah, yaitu sesuai dengan janji-Nya sendiri, “Fadzkuruni adzkurkum” (Ingatlah Aku, pasti Aku ingat kamu). Ingatnya Allah pada kita inilah sebenarnya yang amat kita butuhkan dalam hidup ini selamanya. Karena bila Allah ingat kita, pasti Dia akan menolong kita, membela kita dan melindungi kita. Bukankah kita sangat membutuhkan pertolongan, pembelaan dan perlindungan Allah dalam seluruh aspek kehidupan kita?

Hanya dengan pertolongan, pembelaan, dan perlindungan Allahlah kita mampu merasakan nikmatnya hidup di dunia, dan kelak di akhirat. Mengingat Allah berarti menyadari bahwa segala gerak-gerik, tingkah-laku, bahkan yang akan terdetik dalam pikiran kita, senantiasa berada dalam radar pantauan-Nya. Kita tidak bisa mengelak dari Allah, kapan dan di mana pun. Mengingat-Nya dalam kekhusyuan menyeluruh akan menenteramkan batin dan akal kita. Kita senantiasa berada dalam dekap kasih sayang-Nya.

Dalam konteks empat hal di atas, Ramadhan bagi seorang mukmin sejati adalah wahana untuk memupuk dan meningkatkan “kualitas” keberimanan dan rasa rindu kita kepada Allah swt. Ramadhan adalah ladang tersubur tempat menyemai biji kebajikan, yang kelak darinya akan tumbuh bunga tawadlu’ dan individu bijaksana. Pada bulan ini pulalah seorang mukmin akan senantiasa mengasah ketajaman ruhaniahnya dan kebeningan hati nuraninya. Lapisan dosa di dinding kalbunya, ia basuh perlahan dengan istighfar sepanjang waktu. Bukankah Allah berjanji akan mengampuni dosa-dosa masa lalu orang yang berpuasa dengan penuh keimanan dan penuh harap!

Dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari,  pancainderanya tak pernah lalai dari berdzikir kepada Allah. Dzikir yang bersumber dari kebeningan hati dan kejernihan pikiran.

Pada saat yang bersamaan, ia akan asah pula daya pikir dan rasa solidaritas sosialnya, dengan cara banyak membaca ayat-ayat Allah yang terbentang luas di langit dan bumi, serta  membudayakan shadaqah bagi fakir miskin. Indah sekali Ramadhan itu. Tak pelak, bagi seorang mukmin yang mampu meneguk “sari patinya” ia selalu mengharap agar seluruh bulan dalam setahun semuanya menjelma Ramadhan.

Demikianlah empat langkah yang bisa kita coba lakukan selama Ramadhan tahun ini. Selamat mencoba. Semoga kita keluar dari Ramadhan kali ini dengan membawa maghfirah dari Allah swt. Amin.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top